Senin, 03 Desember 2007

Dinamika Beternak Domba di Pedesaan


Beternak adalah kegiatan yang sudah sering kita dengar dan jumpai disekitar kita, apalagi di wilayah pedesaan, konon 80 % masayarakat di desa menggantungkan hidupnya dengan bertani dan beternak. Ada pertanyaan mendasar yang sangat sering kita dengar, “Mengapa kita tidak mampu memenuhi kebutuhan lokal negeri kita sendiri ?” adalah pertanyaan yang sangat mengherankan. Berangkat dari keadaan diatas, maka kami melakukan riset khusus di wilayah pedesaan tentang lika liku beternak domba di pedesaan tepatnya di wilayah Garut Selatan, Kecamatan Peundeuy, kami melakukan riset di dua desa yaitu desa Saribakti dan desa Toblong. Wilayah ini disebut sebagai daerah yang tertinggal dengan lahan yang tidak produktif dan kurang tergarap oleh penduduk setempat dengan segala dinamikanya.

Identifikasi masalah.

Beternak adalah salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang masih konvensional, kegiatan beternak biasanya dilakukan disela bercocok tanam masyarakat di desa yang kami teliti, tentunya hampir disemua pedesaan, seperti itulah kegiatan beternak yang akan kita temukan. Apakah ini sebuah kendala atau potensi ? Mari kita lihat lebih dalam lagi tentang spesifikasi keadaan masyarakat pada umumnya didesa yang kami teliti.

Hampir 90 % masyarakat yang beternak di wilayah tersebut berpendidikan tamatan SD bahkan beberapa tidak tamat SD dan bahkan ada yang tidak mengeyam pendidikan sama sekali. Kegiatan beternak mereka hanya mengikuti insting bekerja saja tanpa adanya pengetahuan yang memadai tentang wawasan beternak, tentang bibit unggul, kesehatan ternak, pakan ternak, teknik perkandangan dan segala macam persyaratan beternak termasuk pemasaran, semua itu belum pernah sampai pada mereka.

Iklim ekonomi yang selalu pas pasan dalam mempertahankan hidup mereka membuat keinginan untuk belajar dan menambah wawasan dalam beternak tidak pernah dianggap sebagai masalah lagi bagi mereka, anak sakit dan istri melahirkan adalah salah satu penyebab mengapa domba yang dianggap terbaik bagi mereka harus segera dijual dengan harga yang kurang menguntungkan. Sehingga untuk berada pada iklim riset dalam beternak adalah bagaikan mimpi disiang hari.

Sekian masalah yang sudah memberangus peternak akhirnya terdampar pada modal yang sudah tak dimilikinya lagi untuk melanjutkan usaha beternak yang baik kecuali memelihara apa yang tertinggal dan tentunya tinggal genetik domba yang buruk, dalam 1 tahun hanya mencapai berat badan 25 kg.

Serangkaian program pemerintah digalakan, sedikit membuat peternak desa terhibur dan bersemangat untuk kembali menggantungkan hidupnya pada beternak, namun seperti yang telah diungkapkan diatas, sdm,knowlegde,social economic, membuat program pun tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan, apalagi jika bibit domba yang datang dari program tersebut adalah bibit yang kurang ekonomis, fenomena inilah yang saya jumpai selama 3 tahun pada dunia beternak domba di daerah.

Pembahasan dan solusi

Kami menilai bahwa pengetahuan para sarjana peternakan masih sangat minim sampai di masyarakat peternak, semua riset dan penelitian masih tersimpan diperpustakaan pusat yang sangat ketat dijaga dengan segala permasalahannya. Sarjana peternakanpun rungsing dengan masalah individunya, diantaranya sulit mencari pekerjaan dan lain lain. Namun jika masalah sarjana repot itu diabaikan, maka masalah riilnya adalah ketika semua pengetahuan beternak yang akan ditransfer kepada peternak didesa ternyata bukan merupakan hal mudah, apalagi jika yang di transfer adalah hanya menyampaikan data yang berdasarkan teori saja, akan dirasakan berat bagi mereka, sebab abstraksi dan daya pikir peternak yang masih rendah tadi , ini memaksa sarjanawan peternakan harus memiliki kemapuan extra, selain memiliki penguasaan teori juga harus menguasai data riil dilapangan, dan yang terpenting adalah memiliki kemauan untuk mengembangkan dunia peternakan. Sarjana berkualitas harus mau terjun dilapangan sebagai partner dan konsultan bagi peternak dari semua aspek permasalan peternakan, dari breeding sampai marketing, dalam kata lain dapat membuat kelompok ternak di daerah yang potensial sebagai tempat risetnya, sekaligus dapat mengembangkan kecakapan individualnya.

Konsepnya seperti petugas penyuluh dilapangan, jika masalah beternak selama ini dapat dipelajari dan disadari oleh para sarjana dan penyuluh baik petugas pemerintah ataupun sukarelawan sarjana peternakan, tentunya efisiensi dan efektivitas beternak didaerah dapat ditingkatkan. Peningkatan kualitas sdm peternak dapat secara bertahap dikembangkan seiring dengan kegiatan dilapangan. Penguasaan wilayah dan penguasaan masalah akan didiskusikan dengan sesama kelompok yang terpusat dan terorganisir. Satu orang sarjana atau dua orang sarjana yang terampil yang menguasi permasalahan akan mampu membantu satu wilayah kecamatan tentunnya dengan fasilitas yang sudah disiapkan pemerintah mis; motor oprasional. Program pemerintah yang sudah ada terus dikembangkan dan dievaluasi, disertai perbaikan perbaikan yang harus dilakukan. Biasannya di seputar Bibit unggul, baik pejantan ataupun indukan, kualitas pakan, perkandangan yang akan terkait kesehatan dan masalah kelahiran, semuanya harus sudah sepakat bahwa dengan menggunakan potensi lokal yang ada, dan digarap secara maksimal akan menjadikan hasil yang lebih baik, lebih menguntungkan dan lebih stabil dalam iklim beternak.

Hasil riset Kami

Disesuaikan dengan kemampuan financial kami maka dilakukanlah riset ;

3 ekor pejantan diperoleh dari bantuan kerabat dan donatur :

data ini juga kami buat sebagai ucapan terima kasih atas kerelaan hatinya.

Kelompok A

Memulai dengan 5 ekor domba dara betina unggul ( aduan ) tahun 2004

1 ekor domba Pejantan ( mantan domba aduan ) berat badan 90 kg

ditambah 15 ekor domba jantan bakalan lokal ( disiapkan untuk Iedul adha )

di tambah 20 ekor domba jantan lokal ( persiapan Iedul adha )

Kelompok B

Di mulai dengan 8 ekor domba jantan bakalan persiapan Iedul adha

10 ekor domba betina aduan dan lokal

2 ekor pejantan mantan aduan rata rata berat badan 85 kg

ditambah 12 ekor domba persiapan Iedul Adha

Kelompok C

3 ekor betina lokal dengan 1 ekor pejantan lokal

Data sampai saat ini :

Telah menjual setelah 2 kali Iedul adha sebanyak 54 ekor domba

Anak yang lahir sebanyak 21 ekor dengan kualitas beragam

anak yang lahir mati 3 ekor

kesimpulan sementara

telah menghasilkan calon pejantan baru dari anakan sendiri sebanyak 7 ekor kualitas A ( kelas aduan )

calon indukan betina sebanyak 12 ekor kualitas B - C

data pelaku program ini :

Ketua kelompok : Ismail fadli, SPt., SE

Ondi : Peternak binaan ( SD )

Ade : Peternak binaan ( SD )

Rohandi : Peternak binaan ( SD )

Udin : Peternak pembantu ( mts belum tamat )

Ade Sobari : Peternak pembantu ( SD )

Nama Kelompok Ternak Kelompok Peternak Baranangsiang Kec Peundeuy

Rata rata penghasilan tambahan peternak adalah 200 rb – 300 rb per bulan, nilai ini dapat kita tingkatkan dengan volume beternak kedepan. Nilai yang kecil ini dihitung sebagai nilai tambahan penghasilan perbulan.

Tidak menggunakan pakan tambahan dari luar daerah

Mengutamakan vegetasi lingkungan yang melimpah di daerah beternak yang dapat digunakan sebagai bahan pakan.

Pola beternak, aturan bagi hasil dan rencana pengembangan peternakan dapat dibahas pada termin lain.

Karakter Masyarakat

Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang serba kekurangan : kekurangan keterampilan, kekurangan kemampuan, kekurangan kesempatan dan masalah yang paling berat adalah kekurangan semangat dan keinginan yang kuat serta keyakinan bahwa mereka bisa keluar dari ketertinggalannya, mental individu yang ingin serba instan dan cepat kaya adalah salah satu kesulitan bagi kami untuk mempercepat dan meningkatkan produksi dalam peternakan, padahal itu semua adalah modal yang paling besar yang harus dimiliki setiap insan yang ingin maju siapapun itu, masyarakat tersebut digolongkan kedalam masyarakat yang rendah semangat ( low spirit capital ). Contoh kasus 1 orang dapat memelihara 15 ekor domba secara intensif, rata – rata hanya memilih 5 ekor saja. Padahal dapat disebut ekonomis bila 1 orang memelihara 15 ekor dalam satu periode ( periode persiapan Iedul Adha ).

Kasus lain dari mental masyarakat kami temukan di desa misalnya : setelah mendapatkan uang bagi hasil, rata – rata di belanjakan pada barang mewah yang menurut pikiran kita bukan pilihan belanja yang baik, contoh riil membeli Hand Phone ( HP ). Dalam Teori Ekonomi Makro, masyarakat tersebut di sebut masyarakat konsumen Irasional.

Kita berharap uang yang telah terkumpulkan oleh peternak dapat dibelanjakan pada barang investasi, namun setelah diperhatikan ternyata pilihannya adalah barang konsumsi.

PR kami yang cukup berat adalah bagaimana mentrasnsformasi masyarakat ke mental dan pola pikir yang lebih baik :

Dari masyarakat low spirit capital ke high spirit capital

Dari masyarakat Konsumen Irasional ke konsumen Rasional

Tentunya semua itu bukan pekerjaan yang gampang dan sebentar, tetapi itulah pangkal pokok dari pemberdayaan masyarakat seutuhnya dan sesungguhnya, jika cita – cita yang agung “ untuk menjadikan Masyarakat yang Adil dan Makmur” menjadi tantangan bagi setiap bangsawan sejati

Oleh Ismail Fadli di desa tertinggal

1 komentar:

Agus Ramada mengatakan...

Salam Peternak!

Hasil risetnya sangat menarik kang, mohon ijin pada Blog http://www.dombagarut.blogspot.com

Hatur Nuhun.

Agus Ramada S